Lumajang, AGRINEWS – Di balik program Makan Bergizi (MBG), tersimpan potensi yang belum diperhatikan, yaitu limbah makanan.
Bagi sebagian orang, sisa makanan hanyalah dianggap sampah.
Namun, bagi generasi muda di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, limbah itu bisa menjadi peluang untuk berinovasi, berwirausaha, dan berkontribusi bagi lingkungan.
Pendiri Rumah Muda Berdaya, Asriafi Ath Thaariq menyatakan, limbah MBG dapat dimanfaatkan kembali menjadi produk bermanfaat dan bernilai, salah satunya eco enzyme, produk ramah lingkungan yang berguna bagi rumah tangga dan pertanian.
“Ada beberapa peluang yang bagus saat ini, yaitu mencari limbah makanan dari Program MBG yang bisa dibuat eco enzyme,” ujarnya pada hari Rabu (1/10/2025).
Asriafi mengatakan, eco enzyme bukan sekadar pembersih.
Dari limbah makanan yang sama, dapat diolah menjadi disinfektan, sabun, pupuk cair, hingga pakan magot untuk pertanian.
Limbah yang semula terbuang justru bisa bernilai ekonomi dan menjadi sumber penghasilan baru bagi pemuda.
Kunci keberhasilan terletak pada kesadaran dan kreativitas generasi muda.
“Limbah makanan seharusnya dipandang sebagai modal, bukan masalah. Dengan inovasi dan bimbingan, kita bisa menciptakan produk ramah lingkungan, sekaligus meningkatkan ekonomi lokal,” ungkapnya.
Asriafi menambahkan, kegiatan ini juga memiliki nilai edukatif.
Para pemuda belajar bertanggung jawab terhadap lingkungan, mengelola sumber daya, serta menumbuhkan jiwa kewirausahaan sejak dini.
“Eco enzyme bukan hanya soal bisnis. Ini soal kesadaran kolektif, bagaimana kita mengubah sampah menjadi manfaat, lingkungan menjadi bersih, dan ekonomi tetap bergerak,” imbuhnya.
Tidak semua dapur MBG mampu mengolah limbah makanan.
Sebagian memberikan sisa makanan secara cuma-cuma kepada tetangga untuk pakan ternak.
Namun, bagi mereka yang mau berinovasi, limbah MBG adalah bahan mentah bernilai tinggi.
Asriafi berharap program semacam ini bisa direplikasi di seluruh wilayah Kabupaten Lumajang.
Dengan sinergi antara pemerintah, komunitas muda, dan penggiat inovasi, limbah makanan dapat menjadi sumber daya ekonomi, sekaligus media edukasi lingkungan.
“Kita ingin generasi muda sadar bahwa setiap bahan memiliki potensi. Limbah makanan bisa jadi eco enzyme, pupuk, atau pakan magot. Ini adalah peluang usaha sekaligus kontribusi bagi bumi,” tuturnya.
Potensi ekonomi dari eco enzyme cukup menjanjikan.
Satu liter eco enzyme dapat dijual dengan harga kompetitif, sementara pupuk cair dan pakan magot memiliki pasar tersendiri, baik untuk petani maupun pengusaha kecil.
Salah satu pemuda yang telah mempraktikkan ide ini adalah Dzaki Fahruddin, petani muda dan aktivis lingkungan.
Dari dapur umum MBG di SPPG Yosowilangun, Dzaki mengumpulkan sisa makanan untuk diolah menjadi kompos dan pupuk cair.
“Selain mengurangi sampah, hasilnya juga bermanfaat untuk pertanian. Sekarang saya sedang mengembangkan limbah ini menjadi inovasi lain yang bisa dijadikan produk bernilai jual,” katanya sambil menunjukkan botol eco enzyme yang siap dipasarkan.
Dzaki menuturkan, proses pembuatannya sederhana meski membutuhkan disiplin.
Limbah makanan dicacah, dicampur gula merah dan air, lalu difermentasi selama tiga bulan sebelum menjadi eco enzyme.
Menurut Dzaki, pengolahan limbah MBG bukan sekadar inovasi individu.
“Ini adalah gerakan kolektif. Kita bisa menginspirasi desa lain untuk memanfaatkan limbah, mengurangi sampah, dan menciptakan peluang ekonomi baru,” ujarnya.
Selain Dzaki, beberapa pemuda lain juga mulai mempraktikkan inovasi serupa.
Siti Aisyah, misalnya, mengolah limbah MBG menjadi pupuk cair.
“Awalnya saya ragu, tetapi setelah melihat hasilnya, pupuk ini lebih subur daripada yang biasa saya pakai. Tanaman tumbuh lebih sehat, dan saya bisa menghemat biaya pertanian,” ungkapnya.
(Sumber: infopublik.id)
