Yogyakarta, AGRINEWS – Hadirnya teknologi di era digital saat ini, memberi peluang untuk merubah paradigma petani dalam bercocok tanam.
Terjadinya transformasi teknologi dalam pengelolaan lahan, sudah membawa perubahan besar cara petani merencanakan, memelihara dan memantau kegiatan bertaninya.
Dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Bayu Dwi Apri Nugroho, STP., M.Agr., Ph.D mengatakan, penerapan teknologi paling ideal di sektor pertanian adalah pemakaian teknologi sederhana untuk membantu petani-petani yang rata-rata memiliki luasan lahan kecil.
“Petani-petani yang memiliki luasan lahan dibawah 2 hektare, dan rekomendasi teknologi paling tepat adalah pemakaian teknologi yang sederhana”, ujarnya di Fakultas Teknologi Pertanian UGM (22/4/2025).
Sebagai pengamat pertanian dan perubahan iklim, Bayu tidak menampik kenyataan masih banyak petani di Indonesia belum memiliki handphone berbasis android.
Bahkan, tidak sedikit dari mereka tinggal di daerah 3 T (tertinggal, terdepan dan tertular), kondisi daerah yang belum sepenuhnya bisa merasakan adanya sinyal yang stabil.
Oleh karena itu, teknologi sederhana yang paling tepat bisa diterapkan, adalah pemakaian Short Message Service (SMS).
Teknologi ini, dapat diterapkan di kawasan percontohan, dan diharapkan dapat menjadi solusi yang dihadapi para petani di daerah-daerah.
“Terlebih bila ke lapangan, banyak kita temui petani-petani di Indonesia berusia cukup lanjut dengan tingkat pemahaman terhadap perkembangan teknologi yang cukup minim. Nampaknya penerapan teknologi sederhana ini bisa menjadi prioritas mengingat kondisi tersebut”, ungkapnya.
Bayu menambahkan, pemakaian SMS sebagai pemakaian teknologi sederhana di bidang pertanian, sebelumnya pernah dilakukan di Indonesia dalam lingkup penelitian.
Teknologi sederhana inipun pernah diajarkan kepada petani dengan mengirimkan rekomendasi melalui pesan singkat (SMS).
Rekomendasi bertani pun diperoleh berdasarkan analisis dari pembacaan data sistem monitoring lapangan (Field Monitoring System) secara otomatis yang di pasang di lapangan.
Keberhasilan penerapan teknologi ini, tentunya tidak terlepas dari adanya pendampingan yang dilakukan secara intens.
Informasi-informasi yang disampaikan ke petani terkait data-data di lapangan, dalam kenyataannya berpengaruh terhadap budi daya pertanian.
Bayu mengakui, tahapan dasar atau alur pengembangan teknologi ini sudah seharusnya dari yang paling sederhana yaitu melalui SMS.
Jika ini sudah berjalan, maka bisa menyusul ke arah sistem aplikasi.
“Hal ini tentunya dapat menjadi solusi dalam menghadapi kendala dari sisi sumber daya manusia. Penggunaan aplikasi saat ini masih terbatas pada kalangan anak muda, sedangkan golongan petani yang cukup lanjut usia masih mengikuti pola pikir lama”, terangnya.
Bayu menggambarkan implementasi teknologi ini dapat dimulai dengan percontohan pada sistem klaster atau ekosistem dengan tetap mempertimbangkan beberapa batasan karena jika diterapkan di seluruh wilayah Indonesia dirasa masih sulit dilakukan.
Di beberapa daerah masih saja ditemui permasalahan antar petani dalam melakukan budi daya yang belum serempak dalam jadwal dan pola tanam.
Hal-hal semacam itu, menjadi kendala tersendiri yang harus dihadapi.
Adanya program klaster ini diharapkan dapat mendorong terwujudnya kondisi ideal.
“Kondisi ideal dalam suatu lahan pertanian ini menjadi persyaratan mutlak yang mampu mendorong keberhasilan untuk menerapkan teknologi dalam rangka mengupayakan peningkatan produksi dan pendapatan”, pungkasnya.
Bayu menyarankan sistem klaster maupun demontrasi plot yang dijadikan percontohan dalam implementasi teknologinya harus mengikuti kebiasaan budi daya yang dilakukan sebelumnya oleh petani setempat.
Contohnya, soal jenis varietas dan perlakuan dalam pengolahan tanah.
Hal semacam ini tentunya berguna untuk membuat database penerapan teknologi berdasarkan karakteristik suatu daerah.
“Sehingga apabila nanti akan dilakukan scale up dalam implementasi teknologi secara lebih luas pada berbagai daerah dapat menggunakan database berdasarkan pecontohan dari klaster yang memiliki karakteristik yang kondisinya menyerupai,” imbuhnya.
(Sumber: ugm.ac.id)