Home
Wisata  

TAMAN NASIONAL: Menyambangi Orangutan di Habitat Alamnya

Kelahiran bayi orangutan jantan asal Kalimantan di Kebun Binatang Los Angeles, Amerika Serikat, 10 Oktober lalu, disambut dengan sangat baik. Lalu, bagaimana kondisi satwa itu di negeri sendiri?

Rombongan siap berperahu kelotok ria (Sumber: PT Astra Agro Lestari Tbk.)

Pangkalan Bun, AGRINEWS –  Pasangan orangutan betina, Kalim, 43 tahun dan jantan, Isim, 31 tahun menghasilkan bayi itu setelah 15 tahun hidup di kebun binatang. “Melihat interaksi keluarga orangutan dengan sang bayi terasa spesial. Para pengunjung akan merasa gembira menyaksikan perkembangan keluarga orangutan Borneo,” tulis NBC Los Angeles, 6 November 2025.

Di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan konservasi satwa berstatus dilindungi tersebut di Sumatera dan Kalimantan.

Di Kalimantan, Anda bisa melihat langsung aktivitas orangutan di habitat alamnya dengan menyambangi Taman Nasional Tanjung Puting di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Agrinews, bersama 40-an jurnalis lain dan tim PT Astra Agro Lestari Tbk., berkunjung ke Tanjung Harapan, zona terdekat di taman nasional seluas 410.694 ha itu, akhir bulan lalu.

Naik Perahu Kelotok

Untuk mencapai dermaga Tanjung Puting, perlu waktu sekitar 30 menit dari Pangkalan Bun, ibukota Kotawaringin Barat. Perjalanan dilanjutkan dengan naik perahu kelotok menyusuri Sungai Sekonyer yang di kanan-kirinya didominasi nipah dan pandan selama kurang lebih tiga jam. Perahu berjalan lambat untuk memberi kesempatan wisatawan menikmati suasana tenang dan damai.

Pastikan, sebelum datang Anda telah mendaftar di aplikasi Sistem Informasi Taman Nasional Tanjung Puting (Sitanpan) karena jumlah pengunjung dibatasi 250 orang sehari. Tiket masuk wisatawan asing sebesar Rp250 ribu, sedangkan wisatawan lokal Rp50 ribu.

Setelah tiba di dermaga Tanjung Harapan, wisatawan diarahkan ke areal pemberian makan (feeding area) dengan berjalan kaki. Di jalur sepanjang sekitar satu kilometer banyak spesies tumbuhan hutan hujan tropis, antara lain kayu bintangur, ubar samak (salam), jambu-jambuan, dan tagari (tanaman obat). Anda bisa meresapi suasana ekosistem hutan kerangas yang cukup panas dan lembap. Tanahnya relatif kering dan berpasir.

Mendekati areal itu, wisatawan berburu foto dan video dengan ponsel dan kamera berlensa panjang untuk menangkap aktivitas orangutan yang bergelantungan di ketinggian pohon. Pengunjung dilarang bersuara keras, memotret dengan lampu kilat, memberi makan, dan memegang orangutan.

Jam Makan

Sampai di spot, sudah banyak wisatawan mancanegara dan lokal duduk-duduk menunggu para orangutan turun dari pohon untuk menyantap makanan yang disajikan para ranger. Begitu makanan sudah siap di panggung pukul tiga sore, mereka pun berdatangan termasuk pejantan besar sang bernama Erwin. Betina dewasa turun sembari menggendong anak mereka.

Menurut M.Arsyad, salah satu pemandu wisata asli Kumai, makanan itu berupa ubi jalar, pisang, dan jagung segar. “Hanya ada satu jantan, kalau ada dua nanti berkelahi. Tidak apa-apa betinanya banyak. Yang jantan besar itu namanya Erwin. Selain dia, ada Roger,” tutur bapak berusia 64 tahun itu.

Dan memang benar, saat itu hanya tampak satu pejantan besar, tiga betina yang menggendong anak-anaknya, dan beberapa orangutan muda. Mereka sibuk menyantap makanan, sementara para wisatawan tak kalah sibuk mengamati dan mengabadikan aktivitas tersebut dari jarak 5 meter.

Pemandangan dari atas perahu, indah dan tenang (Sumber: Peni Sari Palupi)

Orangutan butuh pohon tinggi sebagai tempat tinggal (Sumber: Peni Sari Palupi)
Erwin, Sang Raja (tengah) dan komunitasnya feeding area disaksikan wisatawan (Sumber: Peni Sari Palupi)

Setelah sekitar kembali ke atas pohon dan wisatawan pun melanjutkan agenda masing-masing. Ada yang langsung kembali ke Pangkalan Bun, ada pula yang menginap tergantung paket wisata mereka.

Exit mobile version