Jakarta, AGRINEWS – Di Indonesia, penyakit Haemorrhagic Septicaemia atau Septicaemia Epizootica (SE), dikenal dengan nama penyakit Ngorok.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida.
Beberapa waktu lalu, pada rentang waktu bulan September hingga Oktober 2024, dilaporkan ratusan ekor kerbau dan sapi di Bengkulu, terserang penyakit Ngorok (SE) ini.
Penyakit Ngorok atau SE, adalah penyakit yang fatal dan akut, yang bisa menyebabkan kematian mendadak, menyerang sapi dan kerbau dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Penyakit ini bermula dari bakteri yang menyerang saluran pernafasan, menyebakan sepsis dan gangguan penafasan sehingga menyebabkan bunyi ngorok.
Penyakit ini juga dapat menyerang sistem lain, bisa menimbulkan pendarahan seperti pada sistem pencernaan, bawah kulit, hingga saluran napas.
Gejala penyakit ini, biasanya dimulai dengan demam, lesu, edema subkutan, air liur berlebihan, lakrimasi dan nasal discharge.
Pada tahap selanjutnya, kemudian diikuti oleh gangguan pernapasan, ngorok, shock septik dengan pendarahan luas.
Selain itu, kebengkakan dan busung terlihat di kepala, bagian bawah dada dan kaki atau pangkal ekor.
Lesi di kerongkongan, mengakibatkan sesak nafas dan kesulitan menelan.
Hewan yang terserang penyakti ini, terlihat sangat tertekan dan murung.
Fatalnya, hewan menemui kematian yang bisa terjadi pada 1-3 hari setelah terlihat gejala.
Pengobatan dengan antibiotik dapat berjalan efektif pada tahap awal, namun karena tanda-tanda klinis akut biasanya sangat cepat, kematian nyaris terjadi 100%.
Bagaimana melakukan pencegahan?
Pencegahan yang efektif dan efisien untuk penyakit Ngorok (SE) adalah dengan vaksinasi.
Indonesia dan beberapa negara tetangga sudah banyak melakukan vaksinasi SE sebagai upaya pencegahan terjadinya wabah SE pada ternak.
Sejak tahun 1970-an, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian telah berhasil memproduksi vaksin dalam negeri untuk SE.
Vaksin SE, bahkan telah di ekspor ke Timor Leste.
Vaksin SE buatan Balai Besar Veteriner Farma (BBVF) Pusvetma Surabaya ini, direkomendasikan karena mempunyai keamanan 100% dan potensi 100 persen.
Menurut penelitian yang dilakukan Puspitasari dkk (2020), vaksin SE yang disimpan selama 2 tahun dengan penyimpanan yang baik yakni pada suhu 2-8 derajat celsius, memiliki keamanan 100% dan protektifitas 90–95 persen.
BBFV Pusvetma Surabaya telah mendistribusikan sebanyak 4.900 dosis vaksin Septivet sebagai kontribusi dalam pemberantasan penyakit SE di Bengkulu.
(Sumber: ditjenpkh.pertanian.go.id)