Lumajang, AGRINEWS – Kabupaten Lumajang, Jawa Timur memiliki potensi besar pada sektor pertanian dan perkebunan.
Fakta ini menjadi alasan bagi pemerintah untuk memprioritaskan pertanian sebagai peluang memperluas lapangan pekerjaan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
“Salah satu program prioritas Lumajang tahun 2025, yaitu perluasan lapangan pekerjaan dan membangun keunggulan ekonomi di sektor pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan yang berbasis pada kerakyatan,” ujar Penjabat Bupati Lumajang, Indah Wahyuni (Yuyun) dalam sambutan Stakeholder Forum 2024 se-Wilayah Sekarkijang, Kamis (5/12/2024).
Yuyun menyatakan, di sektor pertanian dan perkebunan, Lumajang adalah daerah produsen yang cukup berkontribusi secara nasional.
Yuyun mencatat, pada komoditas pangan, Lumajang dapat menghasilkan padi 469.347 ton per tahun.
Sedangkan ubi jalar Pasrujambe sebagai unggulan yang berpeluang untuk ekspor dengan produksi 177 kwintal per tahun.
Selain itu, Lumajang juga memiliki beragam komoditas buah unggulan, seperti Pisang Mas Kirana, Pisang Agung dan pisang lainnya dengan produktivitas 716 ton per tahun, disamping juga buah unggulan lain seperti alpukat mentega, salak pondoh dan manggis yang banyak dikembangkan oleh masyarakat.
Tak hanya itu, produksi obat-obatan seperti kapulaga yang telah diekspor ke China oleh Kelompok Tani Argo Mulyo, Pasrujambe mencapai 34 ton per bulan dengan nilai Rp2,38 miliar.
“Di sektor perkebunan, Lumajang menghasilkan tebu 1.159.369 ton per tahun dan kopi robusta 1.921 ton per tahun,” ungkap Yuyun.
Yuyun menambahkan, ke depan, bisnis di bidang pertanian memiliki peluang besar karena kebutuhan manusia tidak lepas dari kebutuhan pangan.
Menurutnya, saat ini kebutuhan itu tidak hanya terbatas pada pangan, melainkan juga sebagai lifestyle, yaitu keinginan manusia untuk hidup lebih baik dengan memilih makanan yang enak, segar dan sehat.
Yuyun mengakui, saat ini investasi pada industri pertanian terutama di hilir, berada di kota-kota besar, sehingga menambah rantai pasok dan distribusi yang cukup panjang.
Sedangkan petani di daerah, cenderung memerlukan kecepatan pembayaran sehingga muncul tengkulak atau pengepul.
(Sumber: portalberita.lumajangkab.go.id)