Berita  

INDUSTRI TEPUNG TELUR: Surplus Telur 100 Ribu Ton, Kementan Fokus Pengembangan Industri Tepung Telur

Produksi telur nasional pada tahun 2024, diperkirakan mencapai 6,3 juta ton. Kebutuhan domestik hanya 6,2 juta ton

Direjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Agung Suganda (Sumber: ditjenpkh.pertanian.go.id)
banner 120x600

Jakarta, AGRINEWS – Kementerian Pertanian (Kementan) RI terus mengupayakan pengelolaan optimal terhadap surplus telur yang terjadi di Indonesia.

Untuk mendukung ketahanan pangan nasional dan mendorong pemanfaatan produk telur dalam negeri, Kementan tengah fokus pada pengembangan industri tepung telur.

banner 325x300

Produksi telur nasional pada tahun 2024, diperkirakan mencapai 6,3 juta ton.

Jumlah ini cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik sebanya 6,2 juta ton.

Selain itu, Indonesia juga mengekspor telur konsumsi ke Singapura sebanyak 2.877,9 ton.

Hal ini menunjukkan adanya kemandirian dalam subsektor peternakan, khususnya komoditas telur.

Meski demikian, surplus telur yang melimpah juga menimbulkan tantangan bagi industri telur di Indonesia.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementan RI, Agung Suganda menyatakan, permasalahan utama yang dihadapi adalah over supply telur.

“Kami di Kementan terus melakukan pengendalian, termasuk memantau harga komoditas pertanian setiap hari, seperti harga ayam hidup dan telur di tingkat peternak. Kami tidak tinggal diam. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menciptakan keseimbangan pasar, termasuk menyerap hasil produksi secara maksimal,” ujar Agung dalam Rakor Ketersediaan dan Pemenuhan Produk Telur Nasional di Kementan, Jakarta, Kamis (5/12/2024).

Agung menambahkan, salah satu solusi untuk mengelola surplus tersebut, adalah dengan mengembangkan industri tepung telur.

Menurutnya, tepung telur memiliki potensi besar, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun internasional.

“Permintaan pasar domestik dan internasional terhadap tepung telur terus meningkat, membuka peluang besar bagi industri ini untuk berkembang,” ungkap Agung.

Kementan juga mendorong sinergi antara pelaku usaha besar dan koperasi peternak.

Sebagian besar peternakan di Indonesia masih berskala rakyat, sehingga membutuhkan dukungan yang lebih besar dari berbagai pihak.

“Kami tidak hanya fokus pada kebijakan pengendalian impor, tetapi juga mendukung ekspor produk pertanian Indonesia ke pasar internasional, seperti Uni Emirat Arab. Semua ini dilakukan demi menjaga keseimbangan pasar dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri,” tambahnya.

Keberlanjutan program ini diharapkan dapat memperkuat subsektor peternakan dan mendukung ketahanan pangan nasional.

Agung berharap kerja sama dari semua pihak untuk memastikan sektor pertanian, khususnya telur, tetap menjadi pilar utama dalam mencapai kemandirian pangan nasional.

(Sumber: ditjenpkh.pertanian.go.id)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *