Yogyakarta, AGRINEWS – Untuk mengurangi volume sampah, Bank Sampah Sido Mulyo RW 02 Kelurahan Kotabaru, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta melakukan budi daya magot.
Budi daya magot ini menjadi salah satu metode warga untuk mengolah sampah organik, terutama sisa makanan.
Pengelola budi daya magot Bank Sampah Sidomulyo, Jumeno menjelaskan, budi daya magot sudah dilakukan sejak tahun 2023.
Berbeda dari budi daya magot di tempat lainnya, budi daya magot bank sampah ini tidak menimbulkan bau.
“Tidak menimbulkan bau busuk, lantaran sisa makanan yang digunakan untuk memberi makan magot terlebih dahulu kami cuci. Setelah dicuci, kemudian di tekan-tekan biar jadi bubur, baru diberikan dedak,” ujar Jumeno, saat ditemui di lokasi, pada hari Rabu (5/3/2025).
Dalam sehari, magot-magot tersebut mampu mengurangi sampah organik milik warga sekitar 1 kilogram.
Sampah organik ini terdiri dari sisa nasi, sisa sayur, kulit pisang, kulit papaya, dan sisa makanan lainnya.
“Sampah sisa makanan didapatkan dari warga sekitar anggota Bank Sampah Sido Mulyo yang rutin menyetorkan sampah sisa makanan,” ungkapnya.
Jumeno menambahkan, dalam sekali panen biasanya sekitar 0,5 kg magot.
Ia mengakui hasil panen dari budi daya magot memang belum banyak.
Untuk itu, ia memanfaatkan hasil produksi magot ini untuk pakan ternak milik warga sekitar yang membutuhkan.
Selain untuk pakan, sebagian magot juga dijadikan pupa untuk dilanjutkan dalam proses daur hidupnya menjadi kepompong, lalat, dan kembali bertelur menjadi magot.
“Magot-magot ini biasanya untuk pakan burung maupun pakan ayam milik warga. Warga jadi tidak keluar uang lagi untuk membelikan pakan untuk ternak mereka,” imbuhnya.
Sementara itu Ketua Bank Sampah Sidomulyo, Surtinah mengatakan, selain memanfaatkan budi daya magot untuk mengurangi sampah organik rumah tangga, warga di RW 2 Kotabaru juga memilah sampahnya menggunakan biopori.
“Untuk budi daya magot di RW 02 ini sudah ada dua RT yang melakukan budi daya, tapi yang satu masih pemula. Untuk biopori, setiap rumah sudah ada sekitar dua unit biopori. Untuk RT 07 sendiri, total ada 40 unit biopori,” tuturnya.
Untuk sampah anorganik dari warga, akan dijual melalui Bank Sampah.
Penimbangannya dilakukan tiap sebulan sekali.
“Total anggota kami 28 orang, ini aktif semua,” ujarnya.
Terkait budi daya magot, Surtinah berharap bisa mendapat dukungan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Yogya, khususnya untuk pelatihan dan pendampingan.
“Karena dulu pelatihannya cuma dari perorangan. Jadi kalau dari dinas mengadakan pelatihan, mungkin bisa berkembang lebih banyak,” harapnya.
(Sumber: warta.jogjakota.go.id)