Tangerang Selatan, AGRINEWS –Peran usaha Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sangat besar dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional.
Data Kementerian Koperasi dan UKM 2023 yang bersumber dari BPS menyebutkan, sektor UMKM berkontribusi lebih dari 61 persen terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional, dan menyerap lebih dari 97 persen tenaga kerja Indonesia.
“UKM sawit berperan penting dalam hilirisasi produk perkebunan, menghadirkan inovasi produk turunan di bidang pangan, energi, kecantikan, dan kesehatan. Namun, masih banyak produk UKM sawit yang belum dikenal luas oleh masyarakat. Jadi, peran media sangat strategis, bukan sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga menjadi jembatan yang menghubungkan pengusaha UKM dengan masyarakat dan pasar,” ujar Metty Kusmayantie, Asisten Deputi Produksi dan Digitalisasi Usaha Menengah, Kementerian UMKM, saat membuka acara Workshop Jurnalis Promosi UKM Sawit di Tangerang Selatan, Banten, 23-24 Oktober 2025.
Karena itu pihaknya mengapresiasi kolaborasi antara media, pengusaha, dan pemerintah dalam mendukung UMKM sawit.
Acara yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), dan perusahaan swasta itu menghadirkan 50 jurnalis dari media cetak dan online (daring).
Dari Sabun hingga Helm
Menurut Qayuum Amri selaku Pemimpin Redaksi Sawit Indonesia, Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) telah merilis Katalog 100 Produk UKM dan koperasi sawit dari 22 pelaku usaha di Aceh, Riau, Sumatra Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan.
“Kalau kita bicara sawit kita hanya fokus ke minyak goreng. Padahal, ada sekitar 32 jenis produk UKM sawit, mulai dari batik, skincare, kosmetik, aroma terapi, lilin, kopi, cokelat, keripik, batik, mie sawit merah, bahkan helm,” ungkap Ketua Pelaksana Workshop tersebut.
“Sawit bukan hanya milik korporasi, tapi milik semua. Dengan memperluas pemberitaan positif, kita bisa menghapus stigma negatif terhadap sawit, apalagi 40 persen lahan sawit saat ini dimiliki petani kecil,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur SEAFAST Center LPPM IPB University, Dr. Puspo Edi Giriwono, S.T.P, M.Agr., melihat peluang besar sawit yang dalam feed the world.
Pada tahun 2050 saat populasi mencapai 10 miliar jiwa, dunia membutuhkan minyak nabati untuk pangan sebanyak 225 juta-250 juta ton/tahun.
Jika itu dipenuhi dengan minyak kedelai, maka dibutuhkan lahan kedelai 4,5 juta km2, setara setengah wilayah Amerika Serikat.
Demikian pula kalau dipasok dengan minyak kanola, setengah lahan benua Eropa atau 2,812 juta km2 harus ditanami rapeseed.
Namun, bila dipenuhi dari sawit, cukup satu Pulau Kalimantan sekitar 585 ribu km2.
Alasannya, sawit jauh lebih produktif ketimbang minyak nabati lain.
Dengan inovasi, UKM bisa mengolah turunan minyak sawit yang bernilai tinggi.
“Ada lebih dari 754 ingredient pangan yang diturunkan dari minyak sawit,” ungkap alumnus Biokimia dan Nutrisi Molekuler Tohoku University, Jepang, ini.
Selama ini, kebanyakan pelaku bisnis ingredient tersebut adalah industri besar di negara yang tidak memiliki kebun sawit.
Pungki – sapaan akrabnya memaparkan, air susu ibu dan minyak sawit, sama-sama mengandung asam lemak palmitat.
Beberapa produsen susu formula memanfaatkan asam palmitat dari minyak sawit dalam meracik susu formula bersama susu sapi sehingga mirip air susu ibu.
“Mereka diam-diam memerlukan sawit,” tegasnya.
Dr. Puspo menyarankan, pelaku UKM menggarap bisnis minyak sawit merah.
“Kandungan vitamin A (tokoferol) dan vitamin E (tokotrienol) sangat kuat. Kandungan vitamin A dapat mengatasi balita bergizi buruk akut. Hasil penelitian yang telah diakui UNICEF membuktikan, dengan intervensi makanan mengandung minyak sawit merah selama 8 minggu anak-anak tersebut keluar dari kondisi gizi buruk dan mencegahnya terkena stunting,” paparnya.
Tidak hanya itu.
Kandungan vitamin E sebagai antioksidan yang paling tinggi di antara minyak nabati lain, bermanfaat membantu kesehatan otak, mencegah alzheimer, dan bisa menumbuhkan hati.
Bila jaringan hati telah rusak hingga 70 persen, sisakan yang sehat dan di rawat dengan baik selama 6 bulan, akan tumbuh kembali 100 persen.
Efek antioksidan yang kuat membantu memulihkan hati.
Minyak sawit merah, benar-benar sedang menanjak popularitasnya.
Karena itu, ia mengajak pelaku UMKM menggarap peluang bisnis minyak sawit merah yang dibuat dari tandan buah segar (TBS).
“Teknologinya cukup sederhana. Dengan modal Rp150 juta sudah bisa beli mesin secara online. Kapasitasnya 120 kg TBS. Kalau pelaku UKM berminat menggarap bisnis itu, sebaiknya datanglah ke universitas yang menyediakan teknologinya dan mengikuti inkubator bisnis,” sarannya.
Selain itu, ia juga memperlihatkan peluang di bidang kecantikan.
Sabun mandi batangan yang mengandung minyak sawit merah ditawarkan hampir US$10/batang.
Dan ironisnya, ini produk UKM dari luar negeri yang ia temukan di Bali.
Peluang pasar di kosmetika itu, juga tengah dilirik PT Ratu Bio Indonesia.

Menurut Shandika Yudha Pratama, General Manager PT Ratu Bio Indonesia, selama ini pihaknya memproduksi dan memasarkan hand sanitizer, disinfektan, sabun cuci tangan, fatty acid methyl ester, dan kosmetik.
Setelah pandemi Covid-19 berlalu, pasar produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) kesehatan berkurang.
“Kami sulit mencari margin. Karena itu kami akan berekspansi ke produk kosmetik yang pasarnya lebih besar dan berorientasi ekspor. Tentunya dengan bahan baku khas Indonesia,” ujarnya dalam workshop yang juga menampilkan demo membuat hand sanitizer secara sederhana.
Dukungan pemerintah dan asosiasi
Untuk membantu pelaku UMKM, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan, Bachtiar Priyambodo mengatakan, pihaknya melaksanakan pelatihan-pelatihan dan membantu aspek legalitas, khususnya untuk pembuatan Nomor Induk Berusaha (NIB).
Di wilayah kerjanya, sudah ada pelaku UMKM yang memanfaatkan produk berbasis sawit, dari cokelat hingga pasta gigi.
“Kami ingin UMKM bukan sekadar bertahan, tapi bisa menjadi supplier dalam rantai industri sawit nasional,” tutur Bachtiar.
Dari sisi pengusaha sawit, Mochamad Husni, Media Relations GAPKI, menjamin komitmen dan konsistensi GAPKI ke depan untuk mendukung UMKM.
“Karena itu sudah digariskan dalam visi misinya, yaitu mewujudkan industri kelapa sawit nasional yang berkelanjutan sebagai sumber kesejahteraan. Kita ingin tidak hanya sejahtera tapi juga memberi insipirasi buat kesejahteraan. GAPKI ingin sejahtera bersama yang lain termasuk UMKM dan masyarakat setempat,” ujarnya.
Pihaknya merangkul sebanyak mungkin media untuk membuat konten-konten positif tentang pelaku dan produk UMKM di sekitar operasional anggota GAPKI.
“Kebanyakan pelaku UMKM tidak punya bujet promosi. Ada produk baik, kita paparkan melalui ke media. Kita juga kerja sama dengan pemerintah. Biasanya kita menjadi penghubung antara UMKM, media, dan pemda yang punya kewajiban atau objektif supaya masyarakatnya tumbuh dan berkembang,” ungkapnya.
Menurut Husni, pasar UMKM di sekitar perusahaan perkebunan sangat besar.
Dalam setahun, jumlah TBS yang dibeli perusahaan dari petani seluruh Indonesia senilai Rp200 triliun.
Dengan asumsi, 6,6 juta hektare lahan petani dengan produktivitas 12 ton/tahun dikalikan harga TBS Rp2.500/kg.
Sementara belanja petani dan keluarganya senilai Rp11 triliun setahun.
“Perusahaan membina petani UMKM sekitar agar mampu memproduksi dan memasok kebutuhan harian sembako. Di Astra Agro misalnya, kami membina dan mendampingi masyarakat Desa Pakava (Kec. Pasangkayu, Kab. Pasangkayu) Sulawesi Barat untuk budi daya jamur merang yang bernilai ekonomi tinggi dengan memanfaatkan limbah tandan kosong sebagai media tanam,” imbuh Husni yang sudah 10 tahun berkiprah di Astra Agro Lestari ini.
Dengan dukungan berbagai pihak dan ekosistem yang baik, pelaku UMKM sawit akan mampu meraih berkah berlimpah dari komoditas yang juga dijuluki “emas cair”.
















