BantuL, AGRINEWS – Minuman dengan bahan dasar kelapa, tidak pernah gagal dalam memuaskan dahaga.
Terlebih, jika kelapa yang dipakai adalah kelapa kopyor, kelapa yang daging buahnya gurih, remah, dan tidak melekat pada tempurung.
Sayangnya, minuman ini tidak bisa ditemukan di setiap tempat, karena tidak banyak kelapa yang secara alami mengalami mutasi genetik menjadi kopyor.
Sejumlah warga Kelurahan Semuten, Jatimulyo, Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, ternyata memiliki beberapa indukan pohon kelapa varietas lokal yang menghasilkan kopyor.
Menyadari potensi sumber daya lokal dan tingginya permintaan pasar, Kelompok Taruna Tani Rukun Lestari dan pihak kelurahan berinisiatif untuk mengembangkannya.
Menurut Lurah Semuten, Mukidi, pada tahun 2023–2024, Kelurahan Semuten mengalokasikan dana APBKal sebesar Rp42 juta untuk program pembibitan kelapa varietas lokal.

Dari program ini, diperoleh kurang lebih 2.000 bibit, yang kemudian dibagikan kepada warga untuk ditanam.
Kelompok Taruna Tani Rukun Lestari bersama Kelurahan Semuten, kemudian berupaya lebih jauh mewujudkan Kelurahan Semuten sebagai Kampung Kopyor.
Ketika kelompok Taruna Tani ini mendapatkan tawaran kerjasama rekayasa pembibitan dan penanaman kelapa varietas kopyor 100 persen, pihak kelurahan segera merespons dengan menyediakan Tanah Kas Desa seluas 3–4 hektare sebagai lokasi demplot penanaman kelapa.
“Kami memandang di Semuten ada kelompok tani milenial Taruna Tani yang dipimpin Mas Iwan. Kami berikan lahan 3–4 hektare untuk dikelola Taruna Tani, untuk penanaman kelapa kopyor. Mas Iwan mencari bibit di Bogor,” ujar Mukidi.
Kelompok Taruna tani rukun Lestari, selanjutnya melakukan kultur embrio di laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Unit Bogor, untuk memperoleh bibit kelapa kopyor 100 persen.
Sekali proses kultur dapat menghasilkan kurang lebih 700 bibit.
Namun proses ini, memerlukan waktu yang tidak singkat.
“Sekali kultur 12 bulan baru keluar dari lab, 14 bulan baru siap tanam,” ujarnya.
Sembilan bulan lalu, hasil rekayasa pembibitan tersebut ditanam di lahan TKD seluas 4 hektare.
Kelompok Taruna Tani Rukun Lestari menanam 700 pohon kelapa dari lima varietas, yaitu varietas 100 persen kopyor hasil kultur embrio, Konvensional, Wulung Ijo, Genjah Entok, dan Pandan Wangi.
Panen pertama dari penanaman ini diharapkan dapat dilakukan sekitar dua setengah tahun ke depan.
“Ini untuk mendukung pemenuhan pasar yang saat ini masih kurang-kurang. Kenapa tertarik dengan kopyor? Karena kelapa tidak mengenal musim sehingga akan menjadi pendapatan bulanan para petani,” imbuh Iwan.
Tak hanya fokus pada produksi, keberadaan demplot Kampung Kopyor Semuten juga mulai menarik perhatian dari berbagai pihak.
Pada akhir pekan, lokasi ini kerap dikunjungi oleh akademisi, peserta studi banding dari Kelompok Wanita Tani (KWT), hingga Taruna Tani dari daerah lain.
Melihat potensi besar dari demplot ini, Iwan pun memiliki rencana jangka panjang.
“Ke depan saya punya rancangan di lokasi ini akan menjadi pertanian terpadu. Ada perikanan, ada peternakan, ada jalan. Benar-benar di sini akan menjadi sentra untuk belajar, menjadi wisata edukasi,” harapnya.
Saat ini, demplot kelapa kopyor juga ditanami sayuran dengan sistem tumpangsari.
Selain untuk memanfaatkan lahan, penjualan hasil pertanian juga menjadi pendapatan bagi petani serta akan ada bagian yang dialokasikan untuk operasional demplot.
Menurut Iwan, bibit kelapa sendiri tidak memerlukan perawatan yang sulit, cukup dengan pengairan satu liter per hari dan pemupukan enam bulan sekali.
Selain fokus pada budi daya, demplot Kampung Kopyor Semuten juga telah memproduksi berbagai olahan kelapa kopyor, baik dalam bentuk frozen, minuman kaleng, maupun kelapa segar.
Produk kelapa kopyor frozen telah dipasarkan ke berbagai rumah makan di Bantul, bahkan hingga ke Bandung.

Sementara itu, produk dalam kemasan kaleng saat ini masih dibuat berdasarkan pesanan, karena masih menunggu izin edar dari BPOM.
Untuk memperluas pemasaran kelapa kopyor segar, Taruna Tani Rukun Lestari juga membuka beberapa stand di lokasi wisata yang ramai pengunjung.
“Kita cari tempat wisata keramaian dan kita bikin stand di situ. Biasanya kita jual yang segar dan yang buat oleh-oleh. Saat ini kita ada stand di Heha, Hutan Pinus Becici, dan Rest Area Wonosari,” imbuh Iwan.
Tidak hanya menyediakan produk konsumsi, demplot ini juga menjual bibit kelapa.
Varietas 100 persen kopyor hasil kultur embrio, dijual dengan harga Rp1,2 juta per bibit disertai garansi.
Bibit kelapa konvensional dan Wulung Ijo, dijual seharga Rp185 ribu, sedangkan bibit kelapa Pandan Wangi dengan potensi kopyor 25 persen dibanderol Rp200 ribu.
(Sumber: bantulkab.go.id)
















