Sragen, AGRINEWS – Kenalkan, ini Eko Suwarno, berumur 39 tahun, petani asal Dukuh Tegalrejo RT 02, Desa Mojodoyong, Kecamatan Kedawung, Sragen, Jawa Tengah.
Ia sukses membudidayakan bibit tanaman anggur impor di desanya.
Bibit anggur yang ditanamnya adalah jenis unggulan yang didatangkan dari Ukraina.
“Saya rintis 7 bulan lalu, ada 120 pohon yang saya tanam. Alhamdulillah, kemarin sudah panen perdana dan hasilnya bagus. Bibitnya memang saya seleksi dan didatangkan impor dari Ukraina dan Israel,” ujar Eko.
Meskipun otodidak dan tidak memiliki dasar ilmu dan pengalaman sebagai petani holtikultura, Eko teguh memilih menekuni budi daya anggur impor di lahan belakang rumah secara optimal.
Berawal dari coba-coba, siapa menyangka, akhirnya ia bisa panen hingga 200 kilogram anggur dari 120 tanaman anggur yang ditanam di kebunnya.
Eko mengatakan, panen perdananya dilakukan pada bulan Desember 2022.
Di lahan seluas 1.000 meter persegi itu, ada 8 varietas buah jenis anggur, di antaranya jupiter, akademik, kaldun, dan heliodor.
“Dulu sebelum punya 120 tanaman anggur, hanya punya 6 tanaman anggur di samping rumah. Dan panennya, cuma 20 kilogram, hasilnya saya bagikan ke teman,” imbuh Eko.
Dari situlah, muncul ide Eko untuk mengembangkan tanaman anggur itu, agar bisa memiliki nilai jual.
Sebelum tertarik dengan anggur, jauh sebelumnya, Eko berjualan aneka tanaman hias.
Kemudian, ia bergabung dengan Asosiasi Pembudidaya Anggur Sukowati (Apasi).
“Dari situlah mencoba menanam tanaman buah anggur. Saat panen perdana, per pohon bisa menghasilkan 3 kilogram,” katanya.
Menurut Eko, tidak ada kriteria khusus untuk bisa membudidayakan anggur.
Ia sendiri mengembangkan teknik pembibitan grafting, yaitu dengan menyambungkan dua batang tanaman anggur dari varietas berbeda.
Pada panen perdananya, Eko menjual anggur dengan harga Rp50 ribu per kilogram.
“Sebenarnya bisa capai Rp 75 ribu per kilogram. Tapi karena dulu awal-awal pengenalan ke masyarakat, jadi saya jual Rp50 ribu,” katanya.
Panen pertama, Eko mengaku dirinya tidak sempat jual keluar, jadi pembeli datang langsung ke kebunnya dan panen sendiri.
Ia juga memanfaatkan sosial media untuk menjual semua jenis anggurnya dengan harga Rp50 ribu per kg.
Bahkan ia juga sempat kewalahan dengan permintaan anggurnya.
“Kemarin nggak sampai jual keluar. Cuma saya posting di grup WhatsApp dan Facebook, antusias luar biasa. Mayoritas beli online dan hanya beberapa hari saja sudah habis, sampai kurang-kurang,” jelasnya.
Buah anggur di kebunnya juga beraneka warna, ada yang berwarna merah, ungu, hijau, kuning dengan dominan rasa manis.
Semua memiliki keunggulan dan keistimewaan yang membedakan dari anggur-anggur pada umumnya.
Hal itu tak lepas dari metode grafting yang ia terapkan, yakni menggabungkan bibit anggur lokal sebagai tanaman bawah, disambung batang anggur impor sebagai batang utama.
Budi daya anggur, relatif mudah karena perlakuannya hampir sama dengan tanaman buah lainnya.
“Buah anggur bisa dipanen setelah 7 sampai 8 bulan. Kelebihan lainnya, buah anggur bisa diprogram kapan akan dibuatkan dan dipanen sesuai kondisi dan kebutuhan,” terangnya.
Prospek tanaman anggur, sangat menjanjikan.
“Anggur bisa dipanen sepanjang tahun, karena untuk membuahkan harus dipangkas atau pruning secara rutin. Setelah dipangkas, tumbuh tunas bersamaan dengan bunga dan akan berbuah langsung. Jadi, panen bisa dijadwalkan kapan mau panen,” lanjutnya.
Ke depan, Eko sudah mempersiapkan lahan di depan rumahnya untuk memperbanyak pohon anggur.
Tidak hanya untuk tanaman anggur, ia juga akan mengembangkan bibit.
Dari kegigihannya ini, Eko dinobatkan sebagai Petani Milenial dari Kementerian Pertanian bersama 5 warga Kabupaten Sragen lainnya.
Ia didaftarkan oleh pihak desa, karena menjadi salah satu pelopor petani muda yang giat di bidang pertanian.
(Sumber: sragenkab.go.id)